INSTITUSI
PENGELOLA WEBSITE
1.
World
Wide Web Consortium (W3C)
Awalnya dibentuk dari Laboratorium Ilmu
Komputer MIT oleh Tim Berners-Lee dan Al-Vezza. W3C saat ini
bertangggungjawab terhadap perkembangan dari berbagai protokol dan standar yang
terkait dengan Web. Seperti misalnya standarisasi HTML, XML, XHTML dan CSS
diatur oleh W3C. Saat ini W3C masih dipimpin oleh Berners-Lee. Website W3C
dapat diakses pada URL: http://www.w3c.org
2.
Internet
Engineering Task Force (IETF)
Merupakan badan yang bertanggungjawab
terhadap masalah teknis dari perkembangan teknologi internet. IETF bertugas
mengkaji berbagai teknologi terkait untuk kemudian distandarkan menjadi
sebuah request for comment (RFC). IETF fokus pada evolusi dari
internet dan menjamin proses tersebut berjalan dengan smooth.
3.
Internet
Architecture Board (IAB)
IAB bertanggung jawab dalam
mendefiniskan backbone internet.
4.
Internet
Society (ISOC)
Dibentuk
dari berbagai organisasi, pemerintahan, non-profit, komunitas, akademisi maupun
para professional. Kelompok ini bertanggungjawab dalam membuat kebijakan
tentang internet, dan memantau lembaga lain seperti IETF.
5. The
Internet Assigned Authority (IANA) & Internet Network Information Center
(InterNIC)
Kelompok ini bertanggung jawab terhadap alokasi alamat IP dan nama domain.
Kelompok ini bertanggung jawab terhadap alokasi alamat IP dan nama domain.
6.
APJII
dan PANDI
Dua nama tersebut merupakan institusi
yang mengatur pengelolaan internet untuk wilayah Indonesia. Meraka adalah APJII
(Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dan PANDI (Pengelola Nama
Domain Internet Indonesia)
7.
ICANN
singkatan dari Internet Corporation for
Assigned Names and Numbers, adalah organisasi nirlaba yang didirikan pada 18
September 1998 dan resmi berbadan hukum pada 30 September 1998. Organisasi yang
berkantor pusat di Marina Del Rey, California ini ditujukan untuk mengawasi
beberapa tugas yang terkait dengan Internet yang sebelumnya dilakukan langsung
atas nama pemerintah Amerika Serikat oleh beberapa organisasi lain, terutama
Internet Assigned Numbers Authority (IANA).
ASPEK
HUKUM
Dalam dunia Teknologi
Informasi (atau IT/Information Technology), masalah yang berhubungan
dengan etika dan hukum bermunculan, mulai dari penipuan, pelanggaran,
pembobolan informasi rahasia, persaingan curang sampai kejahatan yang sifatnya
pidana sudah sering terjadi tanpa dapat diselesaikan secara memuaskan melalui hukum
dan prosedur penyidikan yang ada saat ini.
Prinsip
dan serangan yang melanggar HAKI
Undang-undang hak cipta
mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 :
“Seseorang atau lembaga yang mendaftarkan hasil karyanya kepada lembaga yang
berwenang akan mendapatkan perlindunga hukum”.
Dalam
Undang-undang RI No 19 tahun 2002 tersebut dijelaskan
bahwa:
Hak cipta, Pencipta, Ciptaan, Pemegang
hak cipta, Pengumuman, Perbanyakan, Program komputer , dan Lisensi.
Tindakan penggunaan
teknologi informasi yang bertentangan dengan moral dan undang-undang yang
berlaku dan banyak dibicarakan saat ini, antara lain:
1. Hacking atau cracking
Tindakan pembobolan
data rahasia suatu institusi, membeli barang lewat internet dengan menggunakan
nomor kartu kredit orang lain tanpa izin (carding) merupakan contoh-contoh dari
tindakan hacking. Orang yang melakukan hacking disebut hacker. Begitu pula
dengan membuka kode program tertentu atau membuat suatu proses agar beberapa
tahap yang harus dilakukan menjadi terlewatkan (contoh: cracking serial
number) apabila dilakukan tanpa izin juga merupakan tindakan yang menyalahi
hukum.
2. Pembajakan
Mengutip atau
menduplikasi suatu produk, misalkan program komputer, kemudian menggunakan dan
menyebarkan tanpa izin atau lisensi dari pemegang hak cipta merupakan dalam
posisi lemah akan dikenai sanksi dan konsekuensi sesuai hukum yang berlaku.
3. Browsing
situs-situs yang tidak sesuai dengan moral dan etika kita
Membuka situs dewasa
bagi orang yang belum layak merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan norma
dan etika. Teknologi internet yang dapat memberikan informasi tanpa batas akan
mengakibatkan tindakan yang beragam, mulai dari tindakan-tindakan positif
sampai negatif. Orang yang tahu akan manfaat internet dan memanfaatkan secara
positif akan mendapatkan hasil yang positif pula, dan begitu juga sebaliknya.
CONTOH KASUS
Istilah
hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari
sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun
mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut
cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang
memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di
internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik
orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan
target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service).
Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash)
sehingga tidak dapat memberikan layanan.
Pada
kasus Hacking ini biasanya modus seorang hacker adalah untuk menipu atau
mengacak-acak data sehingga pemilik tersebut tidak dapat mengakses web
miliknya. Untuk kasus ini Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau
hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program
menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Pada kasus yang nyata
Pada tahun 1982 telah
terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer sebagaimana diberitakan
“Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang
membobol uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00
dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi
komputer adalah berupa computer network yang kemudian melahirkan suatu ruang
komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Pada kasus tersebut,
kasus ini modusnya adalah murni criminal, kejahatan jenis ini biasanya
menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan.
Penyelesaiannya, karena
kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada bank dengan menggunaka komputer
sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di
Indonesia maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP atau Pasal 378
KUHP, tergantung dari modus perbuatan yang dilakukannya.
Sumber:
http://kartikoadi.blogspot.com/2013/03/web-science.html
Categories: